BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi geografis Indonesia terdiri dari banyak pulau yang
dikelilingi oleh gunung dan memiliki 2 musim setiap tahunnya yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Dalam beberapa tahun
terakhir di indonesia saat memasuki musim kemarau terjadi kekeringan yang berkepanjangan
khususnya pada daerah pegunungan. Masyarkat didaerah pegunungan yang mayoritas pekerjaanya sebagai peternak dan petani dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari seperti mandi, mencuci, minum, dan minum
untuk ternak, harus berjalan menaiki bukit untuk mencari sumber air agar bisa
mendapatkan air, sulitnya medan serta jauhnya jarak yang ditempuh menjadi
kendala dalam pemenuhan kebutuhan air sehari-hari masyrakat didaerah tersebut. Kebutuhan
air untuk pertanian sangat sulit terpenuhi saat terjadi musim kemarau karena air banyak digunakan untuk keperluan
sehari-hari dan minum untuk ternak, sehingga terjadi ketidakseimbangan antar
hasil pertanian dan peternakan.
Salah satu usaha untuk memenuhi
kebutuhan air adalah dengan memanfaatkan pompa. Pompa
merupakan mesin fluida yang digunakan untuk memindahkan fluida cair dari suatu
tempat ke tempat lainnya melalui sistem perpipaan. Pada prinsipnya, pompa
mengubah energi mekanik motor menjadi energi aliran fluida. Penggunaannya sudah
semakin luas, misalnya pompa untuk keperluan rumah tangga, irigasi pertanian,
bahkan untuk keperluan industri-industri besar seperti industri perminyakan.
Pompa bertenaga listrik atau solar umunya digunakan untuk menaikan air guna memenuhi
kebutuhan air saat terjadi musim kering.
Penggunaan teknologi
suatu model (desain) pompa yang tidak digerakkan oleh motor listrik atau mesin
diesel (pompa manual) untuk membantu memindahkan air yang berada di atas bukit
yang sulit terjangkau dan sulit dibangun
sistem irigasi permukaan dengan saluran terbuka maupun sistem perpipaan sangat
diperlukan. Pompa manual ini memanfaatkan tekanan yang di hasilkan oleh air karena
ke vakuman udara dan gaya gravitasi. Diharapkan pompa manual ini menjadi salah
satu langkah untuk memecahkan masalah di atas.
Beberapa
penelitian tentang pompa manual yang telah ada seperti pompa hidram yang
memanfaatkan hantaman air dan pompa gravitasi
yang baru-baru ini ditemukan yang memanfaatkan gaya gravitasi dan kevakuman
udara. Pompa gravitasi yang ada saat ini menggunakan dua buah tabung pompa, namun
pompa gravitasi ini belum dilakukan penelitian lanjutan tentang anlisis mekanis
pompa, variasi besar tabung pompa dan
model pompa yang efisien untuk memenuhi
kebutuhan air masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan
penelitian tentang “Desain
Dan Analisis Pompa Air Gravitasi Tanpa
Listrik (Manual) Untuk Daerah Perbukitan ”.
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini yaitu mendesain dan menganalisis pompa air tanpa listrik (manual) yang
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air di daerah perbukitan.
1.3. Kegunaan
Penelitian
Adapun kegunaan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Rancangan yang
diperoleh diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pemenuhan air irigasi
pada daerah tidak terjangkau listrik.
2.
Untuk membantu
pemenuhan kebutuhan air penduduk dengan
alat pompa manual.
3.
Untuk mengetahui
kinerja dari pompa manual
4.
Ikut berperan
aktif dalam pengembangan sumber informasi dan
referensi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.
Penelitian ini
berguna dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kebutuhan Air
Air merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap makhluk
hidup, tidak terkecuali manusia. Dapat dipastikan manusia tidak akan mampu
bertahan hidup tanpa air, karena air merupakan salah satu elemen dasar yang
menunjang proses metabolisme tubuh manusia. Ketergantungan manusia terhadap air
tidak hanya berhenti pada kebutuhan biologis semata, namun juga menyangkut
aspek sosial dan ekonomi. Air juga memiliki peranan yang penting dalam
perekonomian. Penyediaan pangan dari yang paling sederhana berupa ladang dan
tegalan, hingga pertanian modern berupa sawah maupun penanaman hidroponik pasti
membutuhkan air. Sektor industri juga tak dapat lepas dari ketergantungan
terhadap air. Bahkan perkembangan suatu wilayah juga ditentukan oleh
ketersediaan air yang memadai. Begitu besarnya ketergantungan manusia terhadap
air disebabkan oleh sifat air yang tidak dapat disubtitusi dengan barang yang
lain (Imron, 2011).
2.2.
Pompa
Beberapa jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
masing-masing. Secara garis besar, alat ini hanya digolongkan dalam dua jenis,
yakni pompa perpindahan positif (positive
displacement pump) dan pompa dinamik (dynamic
pump) ( Anonim, 2014).
1. Pompa
Perpindahan Positif (positive
displacement pump)
Pompa
ini dikenal sesuai dengan caranya beroperasi yaitu, cairan diambil dari sisi suction, kemudian diberi gaya tekan di
dalam rumah pompa dan dipindahkan ke sisi discharge,
perpindahan fluida di dalam rumah pompa berlangsung secara positif. Pompa
perpindahan positif masih digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan cara
pemindahannya, yaitu: Pompa Reciprocating dan Pompa Rotary.
a. Pompa Reciprocating
Cara kerja pada pompa reciprocating saat mengalirkan fluida
yaitu, mengkonversikan atau mengubah energi mekanis dari penggerak pompa
menjadi energi dinamis/potensial terhadap cairan yang dipindahkan, perpindahan energi ke
cairan terjadi melalui elemen berupa gear atau sering juga disebut crank/cam
yang bergerak secara memutar dan memberikan dorongan terhadap piston. Piston
inilah yang selanjutnya akan menekan fluida ke arah discharge sehingga dapat mengalir.
b. Pompa
Rotary
Pompa jenis ini
memiliki prinsip kerja yang tidak jauh berbeda dengan pompa reciprocating, tetapi elemen pemindahnya
tidak bergerak secara translasi melainkan bergerak secara rotasi di dalam casing (rumah pompa). Perpindahan
dilakukan oleh gaya putaran sebuah gear dan baling-baling di dalam sebuah ruang
bersekat, namun masih pada casing
yang sama.
2. Pompa
Dinamik
Pompa dinamik juga
dikarakteristikkan oleh caranya beroperasi, yaitu; impeler yang berputar akan
mengubah energi kinetik menjadi tekanan maupun kecepatan yang diperlukan untuk
mengalirkan fluida. Sama halnya dengan pompa perpindahan positif, pompa dinamik
juga masih digolongkan ke dalam dua jenis yaitu:
a. Pompa
sentrifugal
Pompa ini merupakan
pompa yang sangat umum digunakan, biasanya sekitar 70% pompa yang digunakan
pada kilang minyak merupakan jenis pompa sentrifugal. Cara kerja pompa ini
ialah dengan mengubah energi kinetik (kecepatan) cairan menjadi energi
potensial (tekanan) melalui suatu impeller yang berputar di dalam casing. Impeller tersebut berupa piringan berongga yang memiliki sudu-sudu
melengkung dan diputar oleh motor penggerak. Putaran dari impeller akan memberikan gaya sentrifugal terhadap cairan dan
diarahkan ke sisi discharge. Sebelum
cairan tersebut ke luar melalui discharge,
sebelumnya akan ditahan oleh casing sehingga
menimbulkan tekanan alir. Untuk menjaga agar di dalam casing selalu terisi cairan, maka pada saluran isap harus
dilengkapi dengan katup kaki (foot valve). Kosongnya cairan di dalam
impeller dapat menyebabkan masuknya udara dan menimbulkan kavitasi.
b. Pompa
desain khusus
Pompa jenis ini
dirancang untuk suatu kondisi khusus di dalam berbagai bidang sesuai dengan
kebutuhannya. Contohnya jet pump atau ejector, pompa jenis ini terdiri dari
sebuah tabung pancar, nozzle konvergen
dan venturi berbentuk diffuser. Cara kerjanya ialah, pada
bagian konvergen dihubungkan dengan pipa yang berfungsi sebagai penghisap
cairan. Fluida dapat terhisap oleh pompa karena adanya daya penggerak dalam
bentuk energi tekanan, selanjutnya fluida akan dialirkan melalui nozzle dan masuk ke dalam tabung dengan
kecepatan tinggi sehingga menyebabkan kevakuman di dalam tabung pompa. Fluida
yang terhisap tadi akan menyatu dengan fluida penggerak dan kemudian ikut
mengalir.
2.3. Sifat Dasar Fluida
Fluida atau zat alir
adalah zat yang dapat mengalir dan bentuknya selalu berubah dengan perubahan
volume, yang termasuk dalam kategori fluida adalah zat cair dan gas. Fluida mempunyai
kerapatan yang harganya tertentu pada temperatur dan tekanan tertentu. Harga kerapatannya
tergantung pada temperatur dan tekanan, apabila temperatur dan tekanan suatu fluida
berubah maka kerapatannya akan berubah. Bagi zat cair kerapatannya tidak akan terpengaruh
oleh perubahan temperatur dan tekanan, hal ini juga dinamakan fluida tidak dapat
mampat (incompresible) sedangkan gas sangat dipengaruh oleh perubahan
temperatur dan tekanan dan dikenal juga sebagai fluida dapat mampat (compresible).
Salah satu ciri khas dari fluida adalah bahwa fluida dapat mengalir. Untuk mengerti aliran fluida maka harus mengetahui beberapa sifat
dasar fluida. Sifat–sifat dasar fluida tersebut yaitu; kerapatan, berat jenis,
tekanan, temperatur, kekentalan ( Kalam, 2010).
2.3.1. Kerapatan (density)
Kerapatan
suatu fluida didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume pada suatu
temperatur dan tekanan tertentu. Menurut Khairul (2014), kerapatan dinyatakan
dengan ρ dan dirumuskan sebagai berikut :
ρ =
..............................................................................(1)
Kerapatan
fluida bervariasi tergantung jenis fluidanya. Untuk fluida gas, perubahan
temperatur dan tekanan sangat mempengaruhi kerapatan gas. Untuk fluida cairan
pengaruh keduanya adalah kecil. Jika kerapatan fluida tidak terpengaruh oleh
perubahan temperatur maupun tekanan dinamakan fluida incompressible atau fluida tak mampu mampat (Khaerul, 2014).
2.3.2
Kerapatan Relatif (specific gravity)
Kerapatan
relatif merupakan perbandingan antara kerapatan fluida tertentu terhadap
kerapatan fluida standard, biasanya air pada 4
(untuk cairan) dan udara (untuk gas).
Kerapatan relatif (specific gravity disingkat SG) adalah besaran
murni tanpa dimensi maupun satuan, dinyatakan pada persamaan sebagai berikut (Khaerul,
2014).
Dalam
Khaerul (2014) persamaan untuk fluida gas yaitu :
SGgas
=
=
...................................................................(2)
Untuk fluida cairan :
SGcairan
=
..........................................................(3)
2.3.3.
Berat Jenis (specific weight)
Berat Jenis
(specific weight) suatu fluida adalah besarnya gaya gravitasi yang
bekerja pada kerapatan fluida atau didefinisikan sebagai berat tiap satuan
volume, dan dirumuskan sebagai berikut (Khaerul, 2014):
dimana;
g = berat jenis (N/m3)
r = kerapatan zat, (kg/m3)
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
" = volume (m3)
2.3.4 Tekanan (pressure)
Tekanan
didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dimana gaya F bekerja secara
tegak lurus terhadap luas permukaan A suatu zat (padat, cair, gas), dalam Khaerul, (2014) maka dapat dirumuskan :
P =
...............................................................................................................(5)
dimana;
p = tekanan (N/m2)
F = gaya (N)
A = luas permukaan (m2)
Satuan SI (Satuan Internasional) untuk tekanan adalah Pa (Pascal)
turunan dari Newton/m2. Dalam teknik memang lebih banyak digunakan
satuan tekanan lain seperti psi (pound per square inch), bar, atm, kgf/m2
atau dalam ketinggian kolom zat cair seperti cm Hg. Apabila suatu benda berada
pada kedalaman h tertentu di bawah permukaan cairan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1, maka berat benda membuat cairan tersebut
mengeluarkan tekanan. Tekanan yang dipengaruhi oleh kedalaman zat cair ini
disebut dengan tekanan hidrostatis. Gaya yang bekerja pada luasan tersebut
adalah F = mg = ρAhg, dengan Ah adalah volume benda
tersebut, ρ adalah kerapatan cairan (diasumsikan konstan), dan g adalah
percepatan gravitasi (Khaerul, 2014).
Gambar
1. Tekanan pada tabung
Menurut
Khaerul , 2014. Rumus Tekanan hidrostatis Ph adalah
ph =
................................................................................(6)
2.4. Jenis Jenis Aliran pada pipa
Pipa adalah saluran tertutup
yang biasanya berpenampang lingkaran yang digunakan untuk mengalirkan fluida
dengan tampang aliran penuh. Fluida yang di alirkan melalui pipa bisa berupa
zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan
atmosfer. Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam
aliran saluran terbuka atau karena tekanan di dalam pipa sama dengan tekanan
atmosfer (zat cair di dalam pipa tidak penuh), aliran temasuk dalam pengaliran
terbuka. Karena mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang dialirkan dalah zat
cair. Tekanan dipermukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan
atmosfer (Selpan , 2010).
Perbedaan mendasar antara
aliran pada saluran terbuka dan aliran pada pipa adalah adanya permukaan yang
bebas yang (hampir selalu) berupa udara pada saluran terbuka. Jadi seandainya
pada pipa alirannya tidak penuh sehingga masih ada rongga yang berisi udara
maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada saluran terbuka
(Kodoatie, 2002 dalam Selpan, 2010)
Perbedaan yang lainnya adalah saluran
terbuka mempunyai kedalaman air (y), sedangkan pada pipa kedalaman air tersebut
ditransformasikan berupa (P/y) (Selpan , 2010).
2.5.
Sistem Perpipaan
Sistem perpipaan memegang peranan penting dalam industri di dunia sekarang ini. Seperti pembuluh darah yang terdapat dalam tubuh kita
(arteri dan vena) sistem perpipaan digunakan untuk mengalirkan cairan, mencampur,
serta barmacam-macam proses lainnya, baik yang sederhana maupun yang kompleks
seperti di industri dimana menggunakan berbagai jenis komponen-komponen pipa
berbeda untuk mengukur, mengkondisikan, bahkan mengatur aliran fluida itu
sendiri. Adapun bagian-bagian dari sistem perpipaan itu sendiri terdiri dari
pipa, flange, sambungan (fitting),
gasket, katup, reducer, belokan serta
komponen-komponen pendukung lainnya (Widhia , 2011).
Sistem perpipaan berfungsi sebagai jalur tranportasi fluida yang
ingin dialirkan dari satu komponen ke komponen yang lain. Sistem perpipaan ini
harus dirancang sedemikan rupa sehinga mampu menahan beban yang terjadi, baik
beban statis dan dinamis yang terjadi. Analisa tergangan pada perpipaan adalah
teknik yang dilakukan oleh engineer
agar sistem perpipaan tanpa tegangan berlebih (over stress) dan pembebanan berlebih (over loading) pada kompenen pemipaan dengan komponen yang
terhubung. Kemampuan sistem perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga
tidak menyebabkan kegagalan disebut fleksibilitas system perpipaan (Manurung , 2013).
2.6.
Hukum Kontinuitas Aliran
Perbandingan efektifitas kapasitas aliran masuk dan ke luar dalam
Sistem perpipaan konstan (Hery, 2011).
Q = v1.A1 = v2.A2......................................................................................(7)
Dimana :
V
1,2 = Kecepatan aliran masuk dan ke luar pipa (m/s)
A
1,2 = Kapasitas aliran masuk dan ke luar pipa (m2)
2.7.
Hukum Bernoulli
Persamaan yang telah dihasilkan oleh
Bernoulli tersebut juga dapat disebut sebagai Hukum Bernoulli, yakni suatu
hukum yang dapat digunakan untuk menjelaskan gejala yang berhubungan dengan
gerakan zat alir melalui suatu penampang pipa. Hukum tersebut diturunkan dari
Hukum Newton dengan berpangkal tolak pada teorema kerja tenaga aliran zat cair dengan
beberapa persyaratan antara lain aliran yang terjadi merupakan aliran steady (mantap,
tunak), tak berolak (laminier, garis alir streamline),
tidak kental dan tidak termampatkan. Persamaan dinyatakan dalam Hukum Bernoulli
tersebut melibatkan hubungan berbagai besaran fisis dalam fluida, yakni
kecepatan aliran yang memiliki satu garis arus, tinggi permukaan air yang
mengalir, dan tekanannya. Bentuk hubungan yang dapat dijelaskan melalui besaran
tersebut adalah besaran usaha tenaga pada zat cair.
Persamaan yang ditulis secara umum yang
menyatakan Hukum Bernoulli menyatakan hubungan antara kecepatan aliran dengan
tinggi permukaan air dan tekanannya (anonim2, 2010).:
p + ½ ρ v2 + ρ gh = konstan...........................................................................(8)
2.8. Hukum Kekekalan Massa
Konsep utama dari hukum ini adalah laju kenaikan massa dalam
volume control adalah sama dengan laju netto aliran fluida ke dalam elemen batas
( Marbun , 2013).
Secara
sederhana dapat ditulis :
2.9.
Hukum Kekelan
Momentum
Teorema
momentum hanya berkaitan dengan gaya gaya dari luar sesuai dengan hukum kedua
Newton dan hasil-hasilnya dapat digunakan dalam berbagai situasi tanpa
membutuhkan pengetahuan yang rinci tentang proses-proses internal di dalam
fluida itu sendiri. Teorema momentum dapat diterapkan pada aliran aliran baik
yang stedi maupun tidak stedi, berdimensi satu, dua atau tiga, dapat mampat
ataupun tidak dapat mampat.
Gaya
netto dari luar yang bekerja pada fluida dalam sebuah volume kontrol yang telah
ditetapkan sama dengan laju perubahan momentum fluida dalam volume kontrol
terhadap waktu plus laju. Netto plus atau pemindahan momentum ke luar dari
volume kontrol melalui permukaan (S). Inilah teorema momentum untuk mekanika
fluida (Sirajuddin, 2016).
Menurut
Sirajuddin, (2016) untuk aliran yang stedi, jika kecepatan melintasi permukaan
kontrol dianggap sebagai sebuah tetapan, berlaku :
𝛴F
= perubahan momentum
𝛴F
= ṁ ( V keluar vk – V masuk vk
)..........................................................(10)
Dalam arah
simbol x
𝛴F
= ( ṁ Vx ) keluar vk – (ṁ Vx )masuk vk
.........................................................(11)
Dengan
cara serupa dapat juga menyusun ekspresi untuk arah-arah y dan z. Persamaan
(10) juga dapat ditulis sebagai berikut (Sirajuddin, 2016) :
𝛴Fx
= ṁ (VX keluar vk - Vx masuk vk )
................................................................(12)
2.10.
Hukum Kekelan
Energi
Persamaan
energi dihasilkan dari penerapan prinsip kekekalan energi pada aliran fluida.
Energi yang dimiliki oleh suatu fluida yang mengalir terdiri dari energi dalam
dan energi akibat tekanan, kecepatan, kedudukan. Dalam arah aliran prinsip
energi diringkas dengan persamaan umum sebagai berikut (Sirajuddin, 2016).
Enegi
di bagian 1
|
+
|
Energi
yang ditambahkan atau diambil
|
+
|
Energi
yang hilang
|
=
|
Energi
dibagian 2
|
Menurut
Sirajuddin (2016), untuk aliran stedi tak mampat yang perubahan energi dalamnya
diabaikan, disederhanakan menjadi :
(P1/ſg + V12
/2g + z1 ) + hs – hi = (P2/ſg + V22 /2g + z2
)......................................(13)
Dengan
setiap suku dalam dimensi energi persatuan berat fluida (joule per Newton) atau head
(meter) dari Persamaan (13) adalah
P1/ſg =
disebut head tekanan
V /2g =
disebut head kecepatan
z = disebut head
potensial
hs =
Ws/ g = disebut head yang ditambahkan atau diambil
hs bertanda (-) jika usaha dilakukan oleh pompa
pada fluida
(+) jika usaha dilakukan oleh fluida
pada pompa
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan mei 2017 di Laboratorium Tehnik dan Konservasi
Lingkungan Pertanian Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat-alat penelitian
Adapun
alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pipa ukuran 3/4 inci,
lem pipa , flowmeter, kaca, katup, pipa 8 inci , kran penutup, penggaris,
bak air, besi penyangga, botol, mesin air dan selang.
3.2.2.
Bahan-bahan penelitian
Adapun
bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: air
3.3. Metode penelitian
Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan
percobaan Laboratorium.
3.4. Prosedur Penelitian
1. Proses
persiapan meliputi pembuatan gambar desain
pompa, pengumpulan bahan- bahan untuk membuat pompa
2.
3. Pengujian
alat pompa manual. Pengujian dilakukan dengan terlebih dahulu memeriksa alat
apakah sudah terpasang dengan baik dan memastikan tidak ada kebocoran. Pompa
akan diuji untuk mengetahui pompa tersebut berfungsi dengan baik atau tidak.
Pengujian alat dilakukan dengan cara memasukan air ke dalam tabung hingga penuh
dengan terlebih dahulu menutup kran keluaran agar air tidak ke luar. Setelah
air penuh pada tabung, kemudian tabung ditutup dengan rapat agar udara dari
luar tidak masuk dan pastikan tidak terjadi kebocoran baik pada tabung maupun
pipa. Setelah tabung terisi penuh dengan air kemudian keran pengeluaran dibuka
sehingga air ke luar dan terjadi tekanan, karena perbedaan tekanan di luar
dengan di dalam tabung yang membuat air
terpompa naik masuk pada pipa masukan.
4. Pengambilan
data dengan mengukur debit air dari bak penampung yang masuk ke tabung pompa dan yang ke luar dari pipa keluaran. Pengambilan data
dilakukan setiap 1 jam sekali dengan 3
kali ulangan. Setiap ulangan dilakukan pengambilan data selama 3 jam menggunakan
flowmeter. Selain itu akan ditentukan
jenis aliran yang mengalir pada pipa.
5. Data
hasil pengamatan dianalisis dengan membuat tabel dan dihitung dengan program
aplikasi microsoft excel.
3.5.
Parameter
Penelitian
3.5.1.
Parameter
desain pompa
Parameter
yang diamati dalam desain pompa manual ini adalah
1.
Diameter pipa hisap
(pemasukan) (m)
2.
Diameter pipa tekan
(pengeluaran) (m)
3.
Diameter tabung (m)
4.
Tinggi hisap ( h hisap)
(m)
Tinggi hisap merupakan tinggi lubang
pemasukan sampai ke dasar permukaan tabung pompa.
5.
Tinggi tabung (m)
6.
Volume tabung (m3)
7.
Volume air dalam tabung (liter)
8.
Jarak lubang pemasukan
pipa hisap dengan pipa pengeluaran (m)
9.
Suhu air ( ºC )
Pengukuran suhu air dilakukan pada pipa masuk dan pipa keluar
menggunakan termometer
10. Viskositas
kinematis (x10-3 N.s/m2 )
Pengamatan visikositas kinematis
dilakukan menggunakan tabel sifat air dan nilai dari visikositas kinematis air
dapat diketahui dengan mengukur suhu air.
Tabel 1.
Sifat air
Temperatur
( ºC )
|
Visikositas
(x10-3
N.s/m2 )
|
|
0
5
|
1,79 x 10-3
1,51 x 10-3
|
|
10
15
|
1,31 x 10-3
1,14 x 10-3
|
|
20
25
|
1 x 10-3
8,91 x 10-4
|
|
30
35
|
7,96 x 10-4
7,2 x 10-4
|
|
40
50
|
6,53 x 10-4
5,47 x 10-4
|
|
60
70
|
4,66 x 10-4
4,04 x 10-4
|
|
80
90
|
3,54 x 10-4
3,15 x 10-4
|
|
100
|
2,28 x 10-4
|
3.5.2. Parameter kerja pompa
Parameter
yang diamati untuk kinerja pompa manual adalah
:
1.
Debit
air
Debit aliran dipergunakan untuk menghitung kecepatan aliran pada
masing masing pipa ( Ridwan, 2009).
Q
=
............................................................................................................(14)
Dimana
:
Q = Debit Penetesan (l/jam)
V = Volume (liter / m3)
t = Waktu (jam)
2.
Menghitung
Kecepatan Aliran
V =
........................................................................................................(15)
Dimana
:
V = Kecepatan Aliran (m/s)
Q = Debit (m3/s)
A = Luas Penampang (m2)
3.
Bilangan
Reynold
Menurut Osborn Reynolds ,
ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan zat cair μ
(mu), rapat masa zat cair ρ (rho), dan diameter pipa D. Hubungan antara μ , ρ ,
dan D yang mempunyai dimensi sama dengan kecepatan adalah Reynolds menunjukkan
bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu. Angka
tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran di dalam pipa dengan nilai,
yang disebut dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini
( Selpan , 2010).
Visikositas dinamis
Re =
…………………….……..................................................(16)
Dimana
:
ρ = massa jenis fluida
(kg/m3)
d = diameter dalam pipa (m)
V = kecepatan aliran rata-rata fluida (m/s)
μ = viskositas dinamik
fluida (N.s/m2)
v = viskositas kinematis (m2/s)
4.
Head
Losses Pipa Hisap dan Head Losses Pipa Tekan ( Mayor)
Mayor losses di hitung
dengan menggunakan salah satu dari dua rumus Persamaan Darcy – Weisbach (Khairul, 2014 ).
Hf =
f
.........................................................................................(17)
Dimana
:
Hf = kerugian head karena gesekan (m)
f =
faktor gesekan
d = diameter dalam pipa (m)
L = panjang pipa (m)
V = kecepatan aliran rata-rata fluida dalam pipa (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/ s2) .
5.
Head Losses Minor pada Pipa Hisap dan
Pipa Tekan
a.
Kerugian
Karena belokan
Belokan pada pipa menghasilkan kerugian
head yang lebih besar dari pada jika pipa lurus. Untuk mengetahui nilai
kerugian karena belokan digunakan rumus
sebagai berikut (Munson 2005):
Hlb = f
……………………………………………............................…(18)
Dimana :
Hlb = kerugian akibat adanya belokan
F
= koefisien kerugian karena adanya belokan
v
= kecepatan (m/s)
g
= percepatan gravitasi (m/s
)
|
20
|
40
|
60
|
80
|
90
|
F
|
0,05
|
0,14
|
0,36
|
0,74
|
0,98
|
b.
Kerugian
Karena pengluaran
Suatu kerugian head (kerugian karena pengeluaran ) juga dihsilkan apabila fluida
mengalir dari sebuah pipa kedalam tangki. Untuk mengetahui nilai kerugian
karena belokan digunakan rumus sebagai
berikut (Munson 2005):
hlk =
………………………………….........................…….………(19)
Dimana :
Hlk = kerugian akibat keluaran pipa
v
= kecepatan (m/s)
g
= Percepatan gravitasi (m/s
)
c.
Kerugian
Karena sanbungan
Untuk
menghitung kerugian head karena sabungan digunakan rumus Fuller (Sularso, 2002) :
hb
= f
(m)...................................................………………………………………….....(20)
Dimana :
f = koefisien kehilangan karena
sambungan.
F = [0,131+1,847(
)⁵´³]
(
)
´⁵]………………......................…....(21)
Dimana :
R = jari – jari lengkungan sumbu
sambungan
d.
Kerugian
karena kran atau katup
Tujuan dari penggunaan sebuah katup adalah
untuk memberikan suatu cara mengatur
laju aliran yaitu dengan membuka atau menutup katup maka akan merubah pola
aliarnya, yang pada akhirnya akan mengubah kerugian yang berkaitan dengan
aliran yang melalui katup tersebut. Rumus yang paling umum digunakan untuk
menentukan kerugian head losses akibat katup yaitu (Munson 2005) :
hlk = f
…………………………………….........................…………(22)
Dimana :
hlk = kerugian karena adanya katub
f
= koefisien kerugian karena adanya katub
v
= kecepatan (m/s)
g
= percepatan gravitasi (m/s
)
a.
Studi literatur atau
pengumpulan informasi
|
Pengumpulan alat dan bahan untuk membuat pompa manual
|
Desain dan peraikitan alat
pompa manual
|
Mulai
|
ya
Pengujian alat pompa manual
|
tidak
Mengukur
parameter
1.
Desain pompa
(Diameter pipa hisap, Diameter pipa tekan Diameter tabung , Tinggi hisap,
Tinggi tabung , Volume tabung, Volume
air dalam tabung , Jarak lubang pemasukan pipa hisap dan pipa
pengeluran, Suhu air, Viskositas kinematis.
2.
Parameter kerja
pompa (debit air, kecepatan aliran, bilangan reynold, head losses mayor dan minor)
|
A
|
A
|
Analisis
data
|
selesai
|
Debit
air, kecepatan aliran, bilangan reynold,
head losses mayor dan minor
|
Gambar 2.
Diagram alir proses penelitian
4
|
1
|
2
|
7
|
8
|
6
|
5
|
3
|
Gambar
3. Desain Pompa
Keterangan
1. Klep
2. Bak
air
3. Pipa
masukan
4. Tutup
tabung
5. Tabung
6. Pipa
keluaran
7. Dudukan
tabung
8. Kran
pembuka/ penutup
100cm
|
150cm
|
500cm
|
50 cm
|
50 cm
|
55 cm
|
200 cm
|
5
cm
|
Gambar
4. Ukuran Desain Pompa
Pompa ini adalah pompa gravitasi. Cara kerja alat ini adalah
memanfaatkan tekanan yang dihasilkan oleh air akibat dari vakumnya udara di dalam
pompa dan gaya gravitasi. Tabung pompa terlebih dahulu diisi penuh dengan air
dengan menutup rapat pipa keluaran dan pipa masukan. pipa masuk harus berada di
dalam bak sumber air. Kemudian tutup rapat tabung pompa sampai tidak ada
kebocoran (vakum), buka kran pengluaran. saat air ke luar dari tabung
pompa, maka akan terjadi perbedaan
tekanan di dalam tabung pompa yang lebih besar dari tekanan udara di luar sehingga tabung pompa
(vacum) tersebut mampu menghisap dan mengangkat
air yang ada pada bak sumber air.
Air akan terus mengalir selama tidak ada kebocoran. Namun pada alat pompa gravitasi ini sumber air
harus berada lebih tinggi dari pipa keluaran. Oleh karena itu alat ini disebut
pompa gravitasi karena memanfaatkan gaya
gravitasi air.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Penelitian
Penelitian
ini dilakukan bertujuan untuk mendesain
dan menganalisis pompa air tanpa listrik
(manual) untuk memenuhi kebutuhan air di daerah perbukitan. Pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan
menganalisis 2 parameter yaitu parameter desain pompa dan parameter kinerja
pompa yang dilakukan dengan menggunakan metode
eksperimental. Peralatan instalasi model pengujian pompa gravitasi yang
digunakan dapat dilihat pada Gambar 5. Perancangan model pompa gravitasi menggunakan
korelasi-korelasi pada percobaan Hk. Boyle
pada air mancur tanpa listrik dan buku keterampilan berfikir kompleks dan
implementasi dalam pembelajaran fisika (Darliana, 2007)
4
|
3
|
6
|
8
|
2
|
1
|
7
|
5
|
Gambar 5 . desain pompa gravitasi
Keterangan
1.
Bak penampung
2.
Klep
3.
Pipa masuk
4.
Tutup pompa
5.
6.
Pipa ke luar
7.
Katup
8.
Dudukan tabung pompa
r
|
h
|
Gambar
6 . Tabung Pompa
Tabung pompa
terbuat dari pipa 6 inci dengan tinggi tabung (h) 0,6 m dan diameter 0,1524 m.
Sehingga diperoleh volume tabung adalah 0,010 m3. Tabung pompa ini
harus dibuat vakum agar tekanan yang dihasilkan maksimal.
r
|
Gambar
7 . Pipa Masuk Dan Pipa Ke Luar
Pipa
masuk dan pipa pengeluaran pada pompa gravitasi ini memiliki ukuran yang sama
yaitu ¾ inci dengan jari jari 0,00952 m. Panjang pipa masuk adalah 1,5 m dan
pipa ke luar sepanjang 1,5 m. Pemasangan posisi pipa masuk dan pipa ke luar
yang berbeda pada tabung menyebabkan pipa ke luar terlihat lebih panjang.
Pemasangan posisi pipa masuk berada pada ketinggian 55 cm dari permukaan tabung
dan pemasangan pipa ke luar berada pada ketinggian 5 cm dari permukaan tabung
untuk mendapatkan tekanan yang lebih besar.
Pompa
gravitasi ini dapat bekerja apabila sumber air berada lebih tinggi dari pipa
pengeluaran sehingga pompa ini bekerja sebagai pompa pemindah air pada suatu
lingkungan yang tidak dapat dipasang
sistem aliran terbuka maupun tertutup. Untuk mendapatkan keadaan tersebut pada
penelitian ini sumber air atau bak sumber air di naikan 1m dari pipa
pengeluaran.
Pengujian
dilakukan untuk mengetahui kinerja pompa manual dengan hasil
perancangan pompa seperti Gambar 5. dengan
mengukur volume air per jam menggunakan alat flowmeter yang diletakkan pada pipa masukan dan pipa pengeluaran
pompa. Dari hasil pengambilan data diperoleh nilai debit (Q) yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung kecepatan
aliran, bilangan reynold , head losses
mayor dan head losses minor sesuai
dengan rumus-rumus yang telah ditentukan. Hasil dari perhitungan tersebut akan di
tampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian adalah sebagai
berikut
Tabel 1. Pengujian Tekanan Berbagai Ketinggian
Pipa Ke luar
Jarak Pipa Dari Sumber
Air (m)
|
Tekanan
(pa)
|
Debit
(m3/s)
|
Kecepatan (m/s)
|
1
0,85
|
-878675
-731675
|
0,000892857
0,000359712
|
3,13283208
1,262148176
|
0,6
0,45
|
-486675
-339675
|
0,000280112
0,000221239
|
0,98284928
0,776276976
|
0,6
|
1
|
0,85
|
0,455
|
Gambar 8. Grafik
Hubungan Tekanan Dengan Ketinggian Pipa Ke luar
Pada penelitian ini
jarak antara sumber air dengan pipa ke luar sangat penting untuk diperhatikan.
Dalam penelitian ini ketinggian air pada bak penampung diasumsikan menjadi
tekanan atmosfer yang bernilai 1 Atm. Dari data pada tabel 1 dan Gambar 8.
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak nilai tekanan udara dari tekanan atmosfer
maka kecepatan juga semakin besar. Pada jarak pipa 1 meter mempunyai nilai tekanan di bawah atmosfer
yaitu -878675 pa memiliki kecepatan 3,13283208
m/s. Semakin
dekat jarak sumber air dengan pipa keluaran maka tekanan udara semakin
meningkat dan kecepatan semakin berkurang seperti pada jarak pipa 0,45
mempunyai tekanan -339675 pa dan kecepatan sebesar 0,776276976
m/s. Sesuai dengan prinsip Bernoulli di dalam
mekanika fluida menyatakan bahwa pada
suatu aliran fluida , peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan
penurunan tekanan pada aliran tersebut (Bahri, 2013).
4.2.
Pengukuran Debit Pada Pipa Masuk Dan Pipa Ke Luar
Debit merupakan volume
air yang mengalir dalam satuan waktu tertentu. Pengukuran debit dilakukan
menggunkan alat flowmeter yang
dipasang pada pipa masuk dan pipa pengeluaran. Pada penelitian ini pengukuran
dilakukan setiap satu jam sekali. Sehingga didapatkan hasil seperti Tabel 2. Di
bawah ini.
Tabel 2. Pengukuran Debit
Pipa
|
Debit flowmeter (m3/s)
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Masuk
|
0,000184
|
0,000181
|
0,000173
|
Ke luar
|
0,000189
|
0,000136
|
0,000128
|
Gambar 9. Grafik Pengukuran Debit
Dari data pada grafik pengukuran
debit pada pipa masuk dan ke luar didapatkan hasil pada ulangan yang pertama
memiliki jumlah debit yang paling tinggi yaitu 0,000184 m3/ s untuk
pipa masuk dan 0,000189 m3/ s untuk pipa keluaran dan semakin lama
terjadi penurunan debit air hal ini disebabkan karena berkurangnya kecepatan
aliran pada pipa. Kapasitas atau debit
aliran dalam pipa sangat bergantung dengan kecepatan aliran fluida dan luas
penampang pipa (Khaeirul,
2010).
4.3.
Pengukuran Kecepatan Aliran Pada Pipa Masuk Dan Pipa Ke luar
Tabel 3. Kecepatan Aliran
Pada Pipa Masuk Dan Pipa Ke luar
Pipa
|
Kecepatan Aliran (m/s)
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Masuk
|
0,6487719
|
0,635789
|
0,6101754
|
Ke luar
|
0,6631579
|
0,477193
|
0,4491228
|
Gambar 10. Grafik Kecepatan Aliran Pada Pipa
Masuk Dan Ke luar
Dari Gambar 10 dapat
dilihat bahwa kecepatan fluida pada pipa masuk maupun ke luar di setiap ulangan
bervariasi dan cendrung mengalami penurunan. Penurunan kecepatan aliran ini
dipengaruhi oleh panjang pipa, luas penampang dan tekanan. Panjang pipa sangat berpengaruh
karena semakin panjang pipa keluar dan jauh dari tekanan atmosfer atau sumber
air maka tekanan udara semakin kecil dan kecepatan semakin meningkat. Panjang
pipa untuk pipa masuk adalah 100 cm dan pipa ke luar adalah 150 cm. Dalam
rangkaian pipa masuk maupun pipa ke luar terjadi penyempitan dan pembesaran
pada pipa karena pemasangan dari alat flowmeter.
Penyempitan dan pembesaran pipa yang terjadi mempengaruhi kecepatan aliran pada
pipa. Sesuai dengan hukum Bernoulli yang menyatakan bahwa
apabila tekanan aliran fluida pada pipa memiliki nilai besar maka nilai
kecepatan akan turun dan sebaliknya apabila nilai tekanan turun maka nilai
kecepatan akan naik. Sehingga dengan adanya penurunan kecepatan ini dapat
mengurangi kerugian kerusakan instalasi perpipaan
(Rahmat, 2010).
4.4. Pengukuran Bilangan Reynold
Teori Reynolds merumuskan bahwa untuk aliran internal (internal
flow) atau aliran yang mengalir dalam pipa, jenis aliran yang terjadi dapat
diketahui dengan mendapatkan bilangan Reynoldsnya.
Jenis aliran berdasarkan bilangan Reynolds
untuk aliran internal untuk Re < 2300 aliran adalah laminar, Re >
4000 aliran adalah turbulen dan untuk nilai antara 2300 - 4000 aliran adalah transisi (Raswari, 1986
dalam Rahmat, 2010). Karakteristik struktur aliran internal (dalam pipa) sangat
tergantung dari kecepatan rata-rata aliran dalam pipa, densitas, viskositas dan
diameter pipa.
Tabel
4. Hasil Pengukuran Bilangn Reynold
Pipa
|
Bilangan Reynold
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Masuk
|
13886,6
|
13608,5
|
13060,4
|
Ke luar
|
14194,4
|
10214
|
9613,2
|
Gambar 11. Grafik Bilangan Reynolds
Pada Pengukuran Pipa Masuk Dan Ke luar
Berdasarkan Tabel 4 didapatkan bahwa nilai dari masing-masing
ulangan lebih dari 4000 sehingga jenis aliranya adalah turbulen. Nilai bilangan
reynolds terbesar pada ulangan
pertama masing-masing pipa masuk yaitu bilangan reynold 13386,6 dan pada pipa
ke luar dengan bilangan reynold 14194,4. Untuk bilangan reynold terkecil
terdapat pada ulangan ke-3 untuk pipa ke luar yaitu bilangan reynold 9613,2. Adanya
perubahan debit menyebabkan kecepatan alirannya berubah sehingga berimbas pada
bilangan Reynolds dimana kecepatan
aliran selalu berbanding lurus terhadap bilangan Reynolds. Jadi makin besar
kecepatan alirannya maka makin besar pula bilangan Reynoldsnya ( Helmizar,
2010).
4.5. Pengukuran Head Losses Mayor
Menurut Helmizar, 2010 Istilah head
losses muncul sejak diawalinya percobaan-percobaan hidrolika abad ke
sembilan belas, yang sama dengan energi persatuan berat fluida. Namun perlu
diingat bahwa arti fisik dari head losses
adalah kehilangan energi mekanik persatuan massa fluida. Sehingga satuan head losses adalah satuan panjang yang setara
dengan satu satuan energi yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan massa fluida
setinggi satu satuan panjang yang bersesuaian. Head losess dibagi menjadi dua yaitu head losses mayor dan head losses minor.
Tabel 5. Pengukuran Head Losses Mayor
Pipa
|
Head losses Mayor (m)
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Masuk
|
7,338189
|
7,25409472
|
6,850394
|
Ke luar
|
7,2755908
|
5,858267904
|
5,587717
|
Gambar
12. Grafik Pengukuran Head Losses Mayor
Head Losses Mayor terjadi akibat adanya
kekentalan zat cair dan turbulensi karena adanya kekasaran dinding batas pipa
dan akan menimbulkan gaya gesek yang akan menyebabkan kehilangan energi
disepanjang pipa dengan diameter konstan pada aliran seragam. Kehilangan energi
sepanjang satu satuan panjang akan konstan selama kekasaran dan diameter tidak
berubah (Selpan,2010). Perhitungan kerugian gesek di dalam pipa dipengaruhi
oleh pola aliran, untuk aliran laminar dan turbulen akan menghasilkan faktor
gesekan yang berbeda, hal ini karena karakteristik dari aliran tersebut. aliran
turbulen, faktor gesekan, f dapat dicari dengan menggunakan diagram Moody (Gambar 13). Diagram Moody adalah
diagram faktor gesekan fungsi bilangan Reynold dan kekasaran relatif pipa,
kekasaran relatif pipa dapat dilihat
pada Tabel 6.
Dari hasil pengamatan diperoleh nilai head losses mayor tertinggi terdapat pada pipa masuk dan pipa ke luar pada ulangan
pertama yaitu 7,338189 m untuk pipa masuk dan 7,2755908
m untuk pipa ke luar, pada ulangan ke dua dan ke tiga terjadi penurunan nilai head losses mayor yang signifikan pada pipa ke luar yaitu 5,858267904 m untuk ulangan ke 2 dan 5,587717 m untuk ulangan ke tiga.
Nilai head losses mayor ini dipengaruhi oleh nilai dari bilangan
Reynold, terlihat semakin tinggi bilangan Reynold
yang menunjukkan semakin tinggi kecepatan, maka koefisien gesek menunjukkan
trend naik. Bilangan Reynold terkorelasi dengan kecepatan, dan makin besar
kecepatan yang menunjukkan makin tinggi bilangan Reynold, maka makin besar
koefisien gesek (f) yang terjadi
(Helmizar, 2010). Hal tersebut dapat diartikan apabila nilai kecepatan fluida
rendah maka nilai head losses akan rendah dan sebaliknya apabila nilai
kecepatan tinggi maka nilai head losses akan tinggi pula.
Gambar 13. Diagram Moody
Tabel 6. Kekasaran Rata Rata Pipa Komersial
Permukaan
|
Koefisien
kekasaran mutlak
-K-
|
|
Mm
|
Feet
|
|
Tembaga,Timbal, kuningan,Aluminium
(baru)
|
0,001 - 0,002
|
(3,33 - 6,7)10 -6
|
Pipa PVC dan
Plastik
|
0,0015 - 0,007
|
(0,5 - 2,33)10 -5
|
Stainless steel
|
0.015
|
5x10 -5
|
Baja komersial pipa
|
0,045 - 0,09
|
(1,5 - 3)10 -4
|
Membentang baja
|
0.015
|
5x10 -5
|
Weld baja
|
0.045
|
1.5x10 -4
|
Baja galvanis
|
0.15
|
5x10 -4
|
Beton kasar
|
0,3 – 5
|
(1 - 16,7)10 -3
|
Terencana kayu
|
0,18 - 0,9
|
0.59 - 2.95
|
Biasa kayu
|
5
|
16.7x10 -3
|
4.6. Head
Losses Minor
Menurut rahmat 2010 Untuk setiap sistem pipa, selain kerugian tipe
moody yang dihitung untuk seluruh
panjang pipa, ada pula yang dinamakan kerugian kecil (kerugian minor). Kerugian
kecil ini disebabkan antara lain oleh lubang masuk atau lubang keluar pipa,
pembesaran atau pengecilan secara tiba–tiba, belokan, sambungan, katup dan
pengecilan dan pembesaran secara berangsur angsur.
4.6.1. Kerugian Akibat Belokan
Tabel 7. Kerugian Minor Akibat Belokan
Pipa
|
Nilai Kerugian Akibat
Belokan (m)
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Masuk
|
0,021045
|
0,020211
|
0,018615
|
Ke luar
|
0,021988
|
0,011386
|
0,010085
|
Gambar 14. Grafik Kerugian Akibat
Belokan Pada Pipa Masuk Dan Pipa Ke Luar
Belokan pada pipa menghasilkan kerugian head yang lebih besar dari
pada jika pipa lurus pada aliran yang mengalami pengecilan maupun mengalami
pembesaran secara mendadak. Kerugian-kerugian tersebut disebabkan daerah-daerah aliran yang
terpisah didekat sisi dalam belokan (khususnya jika belokan tajam) dan aliran
sekunder yang berpusar karena ketidak seimbangan gaya-gaya sentripetal akibat
kelengkungan sumbu pipa (Munson, 2005). Dari pengujian yang dilakukan diperoleh
nilai head losses untuk ulangan pertama pada pipa masuk sebesar 0,021045 m dan pipa ke luar sebesar 0,021988 m dan untuk ulangan ke dua dan
ke tiga mengalami penurunan nilai head
losses yaitu untuk ulangan ke dua pada pipa masuk
nilai head losses sebesar 0,020211 m pipa ke luar 0,011386 m sedangkan pada ulangan ke tiga
untuk pipa masuk nilai head lossesnya adalah 0,018615 m dan pipa ke luar sebesar 0,010085 m. Penurunan nilai head losses terjadi karena seiring
dengan berkurangnya kecepatan dan rendanya bilangan reynold pada pipa masuk dan pipa ke luar. Sesuai dengan hasil
penelitian Helmizar, 2010 menyatakan bahwa kenaikan bilangan Reynold akan menyebabkan kenaikan rugi-rugi
aliran (head losses minor).
4.6.2. Kerugian Akibat Pengeluaran
Tabel 8. Kerugian Akibat Pengeluaran
Pipa
|
Nilai Kerugian Akibat Pengeluaran
(m)
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Masuk
|
0,0214746
|
0,0206233
|
0,018995277
|
Ke luar
|
0,0224371
|
0,0116179
|
0,010291264
|
Gambar
15. Grafik Kerugian Akibat Pengeluaran Pada Pipa Masuk Dan Pipa Ke luar
Suatu kerugian head akibat pengeluaran juga dihasilkan apabila suatu fluida
mengalir dari sebuah pipa ke dalam tangki. Dalam hal-hal seperti ini seluruh
energi kinetik dari fluida yang ke luar akan hilang melalui efek viskositas
ketika arus fluida bercampur dengan fluida di dalam tangki dan kemudian
akhirnya diam sehingga ekuivalen dengan satu head kecepatan atau KL=
1 (Munson, 2005). Head Losses Minor akibat pengeluaran pada pipa didapatkan
hasil bahwa nilai head losses terbesar
pada pipa masuk dan ke luar pada ulangan pertama yaitu 0,0214746 m untuk pipa masuk dan ,0224371 m pipa ke luar. Pipa ke luar
memiliki nilai head losses yang lebih besar dari pada pipa masuk hal ini dikarenakan pada pipa ke luar
pada desain pompa terdapat belokan yang menambah kerugian dan memperlambat
kecepatan aliran sehingga aliran pada pipa ke luar sangat jauh berbeda dengan
pipa masuk terutama pada ulangan kedua dan ketiga.
4.6.3 Kerugian Akibat
Perubahan Ukuran Pipa
Tabel 9. Kerugian Akibat Perubahan Ukuran
Pipa
Pipa
|
Nilai Kerugian Akibat Perubahan Ukuran Pipa (m)
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Masuk
|
0,03414464
|
0,03279101
|
0,03020249
|
Ke luar
|
0,03567505
|
0,01847242
|
0,01636311
|
Gambar
16. Grafik Kerugian Akibat Perubahan
Ukuran Pipa
Kerugian-kerugian
juga terjadi karena suatu perubahan dari diameter pipa. Suatu pembesaran
mendadak adalah satu dari sedikit komponen dimana koefisien kerugianya dapat
dianalisis dengan sebuah anlisis sederhana. Dalam banyak hal aliran di dalam
pembesaran mendadak atau pengecilan mendadak dengan kondisi awal fluida
meninggalkan pipa yang lebih kecil dan pada awalnya memasuki pipa yang lebih
besar dengan kecepatan tinggi dan setelah jarak beberapa diameter dari
pembesaran kecepatan fluida menjadi berkurang akibat fluida tersebar diseluruh
penampang pipa yang lebih besar (Munson, 2005). Dengan adanya pertambahan luas
penampang yang diperbesar sehingga terjadi perubahan kecepatan aliran yang
mengakibatkan naiknya tekanan statis aliran. Kerugian tekanan statis yang
ditimbulkan semakin kecil seiring dengan naiknya debit pada perluasan penampang
(rahmat, 2010). Dari Tabel 9. Pengaruh perubahan ukuran pipa terjadi paling
besar pada pipa masuk dan pipa ke luar untuk ulangan pertama yaitu masing
masing 0,03414464 m dan 0,03567505 m. Nilai
kerugian akibat perubahan ukuran pipa yang paling kecil adalah pada ulangan ke
tiga pada pipa ke luar yaitu sebesar 0,01636311 m. Luas penampang yang diperkecil memungkinkan alirannya semakin
cepat sehingga tekanan statisnya juga semakin kecil, dengan kata lain tekanan
statis berbanding lurus dengan luas penampang, tetapi tidak untuk koefisien
kerugiannya. Kerugian juga dipengaruhi oleh kecepatan aliran fluida, semakin
besar kecepatan aliran maka kerugian tekanan akan semakin membesar pada saat
melewati sambungan.
4.6.4. Kerugian Akibat Katup
Ada banyak desain katup yang berbeda dalam penggunaan komersial.
Katup tersebut berfungsi untuk mengontrol laju aliran dalam pipa. Ketika katup
ditutup, nilai K adalah tak terbatas dan tidak ada aliran fluida. Dengan
membuka katup akan mengurangi nilai KL dan menghasilkan laju aliran yang diinginkan.
Tabel
10. Kerugian Akibat Katup
Pipa
|
Nilai Kerugian Akibat
Katub (m)
|
||
Ulangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
|
Ke luar
|
0,00112
|
0,00058
|
0,000515
|
Gambar 17. Grafik Kerugian Akibat Katup
Dari hasil
percobaan nilai kerugian akibat katup hanya terdapat pada pipa ke luar karena
pada penelitia ini hanya menggunkan satu buah katup yang berada pada pipa
keluaran berdasarkan Tabel 10 nilai kerugian akibat katup mengalami penurunan
setiap ulangan. Ulangan pertama memiliki nilai kerugian yang paling besar yaitu
0,00112 m, ulangan kedua 0,00058 m dan ulangan ke tiga 0,000515 m. Hal ini
dipengaruhi oleh tekanan dan kecepatan dari fluida. Seperti pada banyak
komponen-komponen sistem kerugian head
pada pipa baik mayor maupun minor disebabkan oleh dispasi energi dan
bagian fluida yang berkecepatan tinggi (Munson, 2005).
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis dan pembahasan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Semakin
jauh jarak pipa pengeluaran dengan sumber air maka tekanan akan semakin kecil
dan kecepatan aliran akan semakin besar.
2. Turunnya
volume air pada pompa akan membuat volume udara semakin besar yang berpengaruh
terhadap tekanan yang semakin besar, Semakin besar tekanan maka kecepatan akan
semakin kecil.
3. Debit
berbanding lurus dengan kecepatan, semakin cepat aliran fluida maka debit akan
semakin besar.
4. Kecepatan
sangat berpengaruh terhadap bilangan reynold dan head losses mayor dan minor, semakin besar nilai kecepatan maka
bilangan reynold dan head losses akan
semakin besar.
5.2.
Saran